SEJAK TAHUN 1999, Indonesia mulai menerapkan desentralisasi (otonomi daerah) yang ditandai dengan lahirnya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004. Kebijakan desentralisasi ini tidak hanya pelimpahan kewenangan di bidang administrasi dan penyelenggaraan pelayanan publik, tapi juga desentralisasi fiskal. Indonesia mulai melakukan reformasi keuangan yang ditandai dengan lahirnya UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dengan adanya komitmen pemerintah pusat untuk melakukan reformasi keuangan inilah kemudian PATTIRO sejak tahun 2003 telah memilih fokus area kerja pada isu anggaran, khususnya anggaran daerah. PATTIRO memandang bahwa perbaikan pelayanan publik yang adil dan berkualitas tidak akan tercapai bila tidak didukung dengan alokasi anggaran yang memadai oleh pemerintah.
Seperti halnya pada dua fokus are lainnya (Pelayanan Publik dan Kebijakan Publik), fokus area kerja anggaran juga bekerja di dua level, yaitu demand side dan supply side.Pada level demand side, PATTIRO berupaya memperkuat kapasitas masyarakat dan mendorong mereka untuk terlibat aktif dalam proses penganggaran maupun pengawasan anggaran. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan oleh PATTIRO kepada masyarakat adalah pendampingan kelompok masyarakat dan perempuan agar berdaya dan mampu mengakses anggaran daerah melalui proses perencanaan dan penganggaran daerah. Selain itu PATTIRO juga memberikan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat agar mereka mampu membaca anggaran atau APBD. PATTIRO juga aktif menyediakan sumber-sumber pengetahuan bagi masyarakat dengan menyusun modul pelatihan dan buku-buku anggaran, serta mengembangkan instrumen-instrumen pengawasan anggaran dan pelayanan publik melalui budget tracking, public expenditure analysis, citizen report card, woman report card, dan social audit.
Sedangkan pada level supply side, PATTIRO mendorong pemerintah untuk meningkatkan transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas anggaran. Serta mendorong agar pemerintah dapat mengalokasikan anggaran yang lebih berpihak kepada masyarakat miskin dan perempuan. Upaya yang dilakukan oleh PATTIRO pada level ini adalah memberikan asistensi teknis dan pelatihan kepada SKPD dan DPRD mengenai perencanaan dan penganggaran pro poor dan responsif gender.
Sejak tahun 2010, PATTIRO mulai mengembangkan kerja advokasi anggaran di level nasional. Bekerjasama dengan The Asia Foundation dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, PATTIRO mendampingi beberapa kementrian untuk menyusun anggaran responsif gender melalui penyusunan instrumen Gender Budget Statement (GBS) dalam Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG).
Beberapa capaian yang telah dihasilkan oleh PATTIRO antara lain:
- Membangun pengetahuan sekaligus memperkuat kapasitas partisipasi masyarakat sipil untuk menyediakan tuntutan/dukungan kepada pemerintah daerah/ DPRD agar kebijakan anggaran lebih berpihak kepada masyarakat dan menjawab masalah kesenjangan yang ada. Misalnya melalui pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada kelompok masyarakat dan pendampingan advokasi anggaran, memfasilitasi adanya ruang dialog antara masyarakat dengan pemerintah, serta penulisan buku-buku anggaran yang dapat dijadikan refernsi bagi masyarakat.
- Mendukung dan memperkuat pemerintah agar akuntabel mengeluarkan berbagai kebijakan (supply) untuk memenuhi suara-suara (demand) masyarakat atas berbagai masalah kesenjangan kehidupan melalui kebijakan alokasi anggaran. Misalnya melalui pelatihan dan workshop menyusun penyusunan anggaran yang pro poor dan responsif gender bagi Pemda dan SKPD, mempertemukan pemerintah dan masyarakat dalam audiensi dan hearing terkait masukan atau usulan kegiatan/anggaran yang dibutuhkan masyarakat di APBD. Dari proses ini, beberapa kebutuhan alokasi anggaran dalam bentuk kegiatan telah dialokasikan dalam APBD, serta perbaikan postur APBD dengan diterimanya usulan PATTIRO untuk merealokasi anggaran yang lebih berpihak kepada masyarakat. (V3)