Dalam pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), kita sering mendengar dua istilah yang menunjukan peran dan wewenang yang berbeda, pertama adalah Pengelola Barang dan kedua adalah Pengguna Barang. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan BMN. Setiap Kementerian/Lembaga berperan sebagai Pengguna Barang. Diantara kewenangan Pengguna Barang adalah mengajukan usul pemanfaatan BMN yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang.
BMN yang diusulkan pemanfaatannya oleh Pengguna Barang biasanya adalah berupa tanah dan/atau bangunan. Nilai BMN berupa tanah dan/atau bangunan senantiasa mengalami kenaikan setiap tahunnya
terdapat kenaikan yang signifikan atas nilai BMN berupa tanah dan bangunan Tahun 2019 sebesar Rp3.625,52 Triliun. Kenaikan ini berasal dari penilaian kembali BMN yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) bersama dengan Kementerian/Lembaga dari tahun 2017 – 2018 dan dilakukan perbaikan pada tahun 2019. Hasil penilaian kembali BMN tentunya menjadi peluang dalam mengoptimalkan pemanfaatan BMN. Dari nilai ini, sebagian besarnya merupakan BMN yang berada pada Pengguna Barang, yang memiliki kewenangan mengajukan usul pemanfaatan BMN yang berada dalam penguasaannya. Berdasarkan hal ini, salah satu kunci sukses optimalisasi pemanfaatan Barang Milik Negara terletak pada pemahaman yang baik dari Pengguna Barang atas potensi BMN yang ada padanya. Salah satu alat analisis yang dapat digunakan oleh Pengguna Barang dalam memahami potensi BMN adalah Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik. Dengan memahami penggunaan tertinggi dan terbaik, diharapkan Pengguna Barang akan lebih aktif mengajukan usul pemanfaatan BMN kepada Pengelola Barang.
Kegiatan Penilaian BMN merupakan denyut dari Pengelolaan BMN. Penilaian BMN menghendaki nilai optimal dari suatu BMN yang diusulkan pemanfaatannya. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan oleh Penilai Internal DJKN adalah melakukan analisis penggunaan tertinggi dan terbaik. Panduan melakukan analisis penggunaan tertinggi dan terbaik telah dituangkan dalam Keputusan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Nomor 184/KN/2013 Tentang Pedoman Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik Berupa Tanah Atau Tanah Berikut Bangunan. Namun demikian, kegiatan analisis penggunaan tertinggi dan terbaik sangat jarang dilakukan oleh Tim Penilai DJKN mengingat sedikitnya permohonan. Oleh karenanya, upaya meningkatkan pemahaman analasisis penggunaan tertinggi dan terbaik pada Pengguna Barang menjadi penting untuk dilakukan.
- Analisis
Analisis Penggunaan Tertinggi dan terbaik berawal dari sebuah konsep dari ekonom Irving Fisher (1867-1947) yang mengemukakan gagasan produktivitas maksimum dari suatu properti. Penggunaan tertinggi dan terbaik adalah penggunaan yang akan menghasilkan nilai tertinggi untuk properti, terlepas dari penggunaan aktualnya. Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik meliputi 4 (empat) hal pokok, yaitu :
1) Analisis Kelayakan Secara Peraturan (Legally Permissible)
Analisis ini berhubungan dengan Ketentuan peraturan, misalnya berupa zoning (peruntukan tanah), KDB (Koefisien Dasar Bangunan), KLB (Koefisien Luas Bangunan), ketinggian maksimal bangunan, sempadan jalan dan ketentuan tentang Rencana Umum Tata Ruang/Wilayah (RUTR/W) lainnya yang sangat berpengaruh terhadap alternatif properti yang dapat dikembangkan. Analisis ini mengkaji apakah suatu properti ataupun alternatif properti yang akan dikembangkan di atas suatu bidang tanah tertentu didukung atau diijinkan oleh ketentuan peraturan yang ada. Dengan Pemahaman yang baik atas pentingnya legalitas tanah, diharapkan Pengguna Barang akan lebih terdorong lagi melakukan proses sertifikasi BMN. Terkait zoning (peruntukan tanah), jika zoning sekitar adalah komersial, Pengguna Barang dapat mengusulkan pemanfaatan BMN dalam bentuk Kerjasama Pemanfaatan (KSP) untuk sebuah properti komersial, namun dengan tetap meminta dibuatkan ruangan bangunan untuk tempat bekerja atau prasarana lain yang terkait dengan tugas dan fungsinya.
2) Analisis Kelayakan Secara Fisik (Phisically Possible)
Analisis ini berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik fisik tanah berupa lokasi, luas, bentuk, kontur, ataupun sifat tanah yang berpengaruh terhadap alternatif properti yang dapat dikembangkan di atasnya. Terkait ukuran misalnya, sebidang tanah dengan ukuran 500m2 tidak layak untuk dibangun hotel berbintang, namun lebih sesuai jika dibangun sebagai rumah tinggal. Sebidang tanah dengan kontur tanah yang tidak rata namun memiliki view pemandangan yang indah seperti di daerah Puncak, akan sangat cocok untuk properti berupa hotel atau villa. Dengan memahami kondisi fisik tanah, Pengguna Barang diharapkan dapat memiliki inisiatif untuk mengusulkan jenis pemanfaatan yang ideal. Pengguna Barang dapat secara aktif mencari calon mitra pemanfaatan berdasarkan lokasi tanahnya. Misalnya, untuk tanah yang berada di perkotaan, dengan luas yang memadai, akan cocok untuk diusulkan bentuk pemanfaatan berupa pusat perbelanjaan, hotel, atau pusat Pendidikan. Sebaliknya, untuk tanah yang berlokasi di pinggir kota, dapat diusulkan pemanfaatan dalam bentuk pabrik, atau sarana pergudangan.
3) Analisis Kelayakan Secara Keuangan (Financially Feasible)
Analisis ini berhubungan pendapatan bersih positif yang dapat dihasilkan oleh suatu properti. Sebuah properti dikatakan layak secara keuangan bilamana dapat memberikan pendapatan bersih yang positif. Alat ukur finansial yang biasa digunakan contohnya adalah Payback Period (PP), Internal Rate Of Return (IRR), dan Net Present Value (NPV). Untuk mengestimasi pendapatan dari suatu alternatif properti, diperlukan analisis pasar dengan cara membandingkan dengan properti sejenis. Analisis terkait potensi peneriman dan biaya menjadi hal yang penting. Seberapa besar pendapatan bersih positif yang diharapkan dapat disesuaikan dengan preferensi investasi yang akan dilakukan. Dengan mengetahui potensi penerimaan dan biaya dari alternatif pemanfaatan BMN yang dapat dilakukan, Pengguna Barang dapat lebih memastikan bahwa pemanfaatan BMN yang akan dilakukan telah layak secara finansial. Pemanfaatan BMN tidak berarti sakedar bagaimana agar aset tersebut tidak idle, namun harus dipastikan pemanfaatannya menguntungkan.
4) Analisis Produktifitas Yang Maksimal (Maximally Productive)
Analisis ini berhubungan dengan tolok ukur finansial yang paling baik di antara beberapa alternatif pembangunan properti yang diusulkan. Jika setelah dianalisis diketahui bahwa dua atau lebih properti alternatif diizinkan secara peraturan, layak secara fisik dan keuangan, maka pemilihan selanjutnya adalah berdasarkan alternatif properti mana yang memiliki tolok ukur finansial terbaik. Dengan memahami analisis ini, diharapkan Pengguna Barang dapat mengetahui bahwa atas sebuah aset tanah, dapat dimungkinkan beberapa alternatif pemanfaatan BMN yang semuanya menguntungkan, namun akan ada salah satunya yang memberikan keuntungan paling maksimal.
Upaya memberikan pemahaman terkait analisis penggunaan tertinggi dan terbaik ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan kegiatan sosialisasi. Kegiatan sosialisasi terkait urgensi memahami analisis penggunaan tertinggi dan terbaik ini dapat dilakukan kepada Pengguna Barang di tingkat Satuan Kerja yang dinisiasi oleh Bidang Penilaian bekerjasama dengan Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara. Dari kegiatan sosialisasi ini diharapkan Pengguna Barang di tingkat satuan kerja dapat melakukan self introspection untuk menginventarisir kembali aset yang belum digunakan secara optimal sesuai kriteria penggunaan tertinggi dan terbaik, untuk kemudian melakukan analisis penggunaan tertinggi dan terbaik secara mandiri atau bekerjasama dengan Bidang Penilaian, untuk selanjutnya mengusulkan pemanfaatannya kepada Pengelola Barang.
- Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
- Berdasarkan data Laporan BMN, nilai aset berupa tanah dan bangunan semakin meningkat setiap tahunnya. Sebagian besar dari tanah dan bangunan ini berada dalam penguasaan Pengguna Barang.
- Nilai pendapatan dari pemanfaatan BMN masih belum, optimal, salah satu penyebabnya adalah minimnya usulan pemanfaatan yang diajukan Pengguna Barang.
- Analisis penggunaan tertinggi dan terbaik merupakan alat analisis yang penting dipahami dan digunakan oleh Kementerian/Lembaga sebagai Pengguna Barang dalam rangka Pengelolaan BMN yang dikuasainya sebagai alat self instrospection untuk menginventarisir kembali aset yang belum digunakan secara optimal.
- Upaya memberikan pemahaman terkait analisis penggunaan tertinggi dan terbaik kepada Pengguna Barang dapat dilakukan dengan cara mengadakan kegiatan sosialisasi di tingkat Satuan Kerja yang dinisiasi oleh Bidang Penilaian bekerjasama dengan Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara.
Beberapa saran terkait tulisan ini adalah sebagai berikut :
- Upaya memberi pemahaman kepada Pengguna Barang terkait analisis penggunaan tertinggi dan terbaik perlu diprioritaskan pada satuan kerja di bawah Kementerian Keuangan terlebih dahulu, agar dapat memberikan contoh yang baik bagi Kementerian/Lembaga lainnya.
- Peran Direktorat Penilaian untuk meningkatkan kapasitas Penilai Internal DJKN agar semakincapable dalam melakukan analisis penggunaan tertinggi dan terbaik sangat diperlukan.
artikel terkait : Konteks Keuangan Negara, dan Apakah Piutang Negara dapat dihapus